Rabu, 16 April 2014

Dia Temanku










Dia Temanku

Sore itu seekor kucing kampung datang kerumahku, berdiri tepat di depan pintu kamarku, menatapku iba dengan suara khasnya.

‘’Meeoooong…!
Meoong…… meooong….
Meooong…..!’’

Tubuhnya basah kuyup terkena cipratan air atau mungkin ada yang sengaja menyiramnya, aku tidak tau. Kucing itu mengibas-ngibaskan tubuhnya, air cipratanya menetes kemana-mana. Dan yang lebih mengejutkan aku, ternyata di sekujur tubuh kucing itu penuh dengan luka. Ada luka bekas sabetan benda tajam, lukanya menganga memanjang dari kaki belakang sampai di lehernya.

‘’Huuus….!
huusss…huuuus……!’’ aku mencoba menghalaunya pergi.

Tapi, kucing kampung itu tetap diam dan tidak mau beranjak pergi dari tempat itu. Kucing itu malah menatapku iba, seolah-olah mau meminta pertolongan. Lalu, aku ambil botol betadine di kotak obat, aku guyurkan obat luka itu merata di tubuhnya yang terluka. Dan anehnya kucing itu tetap tidak mau bergerak, hanya suaranya saja yang semakin terdengar pilu.

‘’Meeoooong………
Meoong…… meooong…….
Meoooong….!’’

Aku yakin jika ada orang terluka seperti itu pasti akan sangat kesakitan, aku sendiri sampai tidak tega melihat itu semua.

Sengaja sore itu aku beli nasi bungkus + ikan goreng 2 potong. Lalu, ikannya aku campur aduk dengan nasi, kemudian, aku kasih ke kucing yang sakit itu. Esok paginya ternyata kucing kampung itu masih ada di situ di samping kamarku, tidur beralaskan kardus bekas tempat buah. Aku lihat lukanya, ternyata luka itu sebagian sudah mengering.

Entahlah, aku sendiri juga bingung dari mana datangnya kucing kampung itu. Tapi, sepertinya dia betah disini, tidak apa-apalah sekalian jadi penjaga atau pengusir tikus di kamarku.

‘’Si manis.’’ begitulah aku memanggilnya

Sebulan kemudian kucing kampung itu terlihat sehat, gemuk, lucu , dan sangat penurut tidak seperti kucing garong lainnya.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepatnya, 5 bulan lebih dia tinggal di sini menemaniku. Tubuhnya semakin gemuk dan berbulu lebat membuat para kucing jantan jadi terpana dibuatnya. Lalu, kucing-kucing itu saling berkejaran di atas genting rumahku…

‘’Meeoooong………
Meoong…… meooong…….
Meoooong….!’’

Sudah tidak aneh lagi, kalau kucing lagi kasmaran suaranya berisik banget.

‘’Inikah yang di sebut kucing garong? Nafsunya ternyata besar sekali! tidak heran kalau laki-laki mendapat julukan seperti itu.’’

Sebulan kemudian, perut kucingku semakin membesar.

‘’Hamilkah? siapa bapaknya?’’ ujarku dalam hati.

Soalnya banyak banget kucing jantan yang suka ngapelin kucingku, aku jadi bingung siapa bapaknya. Mungkin si cemong, si belang-belang, si buluk, si pithak, si bagong atau jangan-jangan dia punya kekasih gelap?

Akhirnya kucingku melahirkan dengan selamat. Anaknya cuma satu, warnanya hitam, lucu , sangat agresif, suka lompat-lompat dan suka berlari-larian kesana kemari, membuatku semakin terhibur.

Tapi, kebahagiaanku mendadak sirna begitu saja, ada kejadian tragis yang membuatku tidak akan pernah lupa seumur hidupku. Seperti biasa sehabis mengerjakan tugas, aku langsung menutup pintu kamarku. Lalu, aku pergi berisitirahat untuk melepaskan lelah dan penatku. Baru saja aku baringkan tubuhku di tempat tidurku, ada suara dari arah pintu, suaranya seperti orang yang sedang mengetuk pintu.

‘’Duuukk…!
Duuuk… duuk…
Glodak…!!’’

‘’Siapa, ya?’’ tanyaku tapi tidak ada jawaban.

Saat aku dekati pintu kamarku, ada suara dengusan. Semakin lama semakin jelas
terdengar suara dengusan itu dari arah bawah pintu kamarku. Dan, saat aku buka pintu itu…

‘’Astaga…!! Ya Alloh!!’’

''Puuus....!! kamu kenapa puus!!’’

Si manis kucing kesayanganku guling-gulingan di lantai, tubuhnya kejang-kejang dan mulutnya mengeluarkan busa. Seketika itu juga dia menghembuskan nafas terakhirnya 'Mati’ dengan mata masih terbuka berkaca-kaca menatapku, seperti kalau kita sedang kesakitan.

‘’DI RACUN!!’’ ujarku dalam hati.

Aku yakin sekali kucingku mati di RACUN. Tapi, siapa yang ngasih racun, tega sekali dia, atau mungkin si manis makan perangkap racun tikus?

‘’Aaah!!’’

Rasanya geram sekali, kenapa orang bisa tega berbuat seperti itu.

‘’Sudahlah! semuanya sudah terjadi, aku harus cepat-cepat menguburnya.’’

Gusti Alloh itu maha tau apa yang diperbuat umatnya dan semoga gusti Alloh mengampuni dosa orang yang membunuh binatang ini. Yang jelas aku sangat kehilangan dia, sangat kehilangan. Tapi, aku yakin kalau menurut anda yang tidak suka binatang pasti akan bilang ‘terlalu berlebihan’ atau “LEBAY’, tidak apa-apalah tidak penting itu. karena, semua orang punya hak dan berhak atas apa yang mereka sukai.

‘’Si manis.’’

Kenapa aku begitu kehilangan dia, biasanya kalau aku lagi makan malam dia pasti selalu ada di sini menemaniku. Kucing itu makan di tempat makan yang sudah aku sediakan. DIA TEMANKU di saat aku sendiri, di saat semua orang meninggalkan aku, di saat aku sekarat menahan sakit, di saat aku malu untuk berinteraksi.

''Aneh.’’

Aku seperti orang gila atau memang aku ini bener-bener sudah gila. Terkadang aku suka nyeletuk atau ngobrol dengan kucingku.

“Aku aneh, ya?’’

Tapi, menurutku ini sangatlah wajar. Bertahun- tahun sudah aku berbaring di sini di kamar pengab ini. Interaksiku sangat terbatas, semuanya via tlp, paling yang sering datang hanya teman dekatk, bu dokter, pak dokter, bu suster, tukang refleksi/terapi, apotik atau terkadang ada teman jauh yang datang menjengukku. Setiap hari hanya kucing itu yang menjadi temanku dan menjadi sahabat karibku.

Dua bulan kemudian, kucingku yang kecil kini sudah besar, warnanya hitam legam seperti ibunya. Kucing kecil itu sangat lucu, lincah tapi sedikit nakal, terkadang suka lompat ke atas tv, lompat Ke atas galon air, ngumpet di lemari baju atau terkadang mengacak-acak makanan di atas meja. Aku berfikir….

‘’Inikah pengganti si manis.’’

Si manis tak mau membiarkan aku kesepian. Tapi, di saat aku lagi senang-senangnya bermain dengan kucing lucu itu, kejadian buruk itu terulang kembali. Malam itu sehabis membuat kopi, di luar ada suara seperti orang mengetuk pintu.

‘’Duuukk…!
Duuuk… duuk…
Glodak…!!’’

‘’Siapa, ya?’’ tanyaku tapi tidak ada jawaban.

Lalu, aku segera membuka pintu kamarku.

‘’Allohu akbar.. Ya Alloh… kamu kenapa, pus? kamu kenapa?’’

Kucing hitamku menggelepar–leper, mulutnya mendengus-dengus semakin keras, suaranya melengking menyedihkan. Tepat di kupingnya keluar darah, darah segar itu mengucur deras menetes di depan pintu kamarku. Seketika itu juga kucing hitamku itu menghembuskan nafas terakhirnya 'Mati’.

‘’DI TEMBAK’’ ujarku dalam hati.

Aku yakin sekali kucingku mati di tembak senapan angin, tega sekali orang ini. Dia itu temanku, benar-benar nggak punya hati.

Tak terasa air mataku menetes, aku menangis sesenggukan menangisi kejadian tragis itu. Malam itu aku hanya bisa duduk terdiam, mulutku terasa terkunci, aku tidak mampu berkata apa-apa. Si manis dan si kucing kecil hitamku sepertinya mau mengadu kepada Tuannya, dia ngetuk-ngetuk pintu itu seolah-olah dia mau ngasih tau kalau dia sedang terluka.

Dan kini, aku sendirian lagi di sini, mengais asa, merangkai puisi bersama angan dan berjuta mimpi. Cerita tentang suka, tentang duka, tentang luka, tentang sepi yang memenjarakan hati, semuanya menyisakan luka yang mendalam.

Hidup ini memang indah kawan, sangat indah, lebih indah lagi kalau kita mempunyai banyak teman. Dan menurutku teman yang baik itu tidak akan terganti dengan apa pun. Di mana pun kamu‘’Sembunyi, di mana pun kamu“berada dia akan tetap mencarimu dan tetap mengingatmu.

Teman yang baik akan tetap terkenang dan akan menjadi sebuah cerita tentang masa yang telah lalu saat bersamamu. Tetap terjaga selamanya, sampai nanti, sampai waktunya Tuhan memanggilmu untuk kembali. Meski pun temanku hanyalah seekor kucing tapi dialah sahabatku dan sudah aku anggap seperti keluargaku.

-Satrio/si juragan kodhok/jkt/16/04/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar