Minggu, 07 Desember 2014

Hujan Gerimis di Kala Senja

Sore ini, aku sengaja melewati hamparan pasir putih ini, mengenang setiap jejak kaki yang pernah kita singgahi. Terukir kisah pahit dan manis antara kita, hingga anganku melambung pada ingin yang tak kau ketahui.

Sengaja, aku buka lembaran buku diary bersampul biru yang telah berdebu ini. Untuk mengingat kembali setiap kata yang pernah terucap ketika masih bersamamu. Aku lepas kepergianmu seperti saat aku terima kehadiranmu. Namun, saat ini aku sangat merindukanmu.

Aku ingat, terakhir kali kita bertemu di sini, saat itu hujan gerimis. Kau datang dengan terisak membawa payung kecil bermotif bunga mawar.

‘’Mas, sudah lama menunggu, ya?’’ ujar gadis itu sambil menyeka air matanya.

‘’Dari satu jam yang lalu, Dek! Kamu kenapa menangis?’’ tanyaku penasaran.

‘’Nggak apa-apa, Mas!’’ jawabnya lirih.

Gadis cantik itu kemudian duduk di sampingku, menatapku lekat-lekat. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan.

‘’Mas janji jangan marah, ya?’’

‘’Nggak, Dek! Adek tau, kan! Selama ini Mas nggak pernah marah-marah.’’ jawabku semakin penasaran dibuatnya.

Gadis cantik itu menganggukan kepala, lalu mengehela napas panjang. Kemudian menatapku,

‘’Mas … Hubungan kita sepertinya harus berakhir sampai di sini?’’ ujar gadis itu. Suaranya terdengar terisak lirih, kemudian menundukkan kepalanya.

‘’Kenapa harus secepat ini? Ada apa, Dek?’’

‘’Mas tau, kan! Hubungan kita tidak pernah mendapatkan restu dari ayah. Ayah telah menjodohkan aku dengan seorang lelaki yang menjadi pilihan Ayah. Dan kami sekeluarga memutuskan untuk pindah rumah di bandung, karena ayah ingin agar aku fokus melanjutkan kuliah di sana. Maafkan aku ya, Mas?’’ ujar gadis itu. Isak tangisnya kembali terdengar lirih.

Mendengar penuturannya, aku hanya bisa duduk terhenyak dan tidak mampu berbuat apa-apa. Aku bagaikan seonggok ranting kering yang telah patah, yang terdampar diantara tumpukan sampah , yang sewaktu-waktu bisa terkikis habis oleh lapisan bumi. Entah apa yang aku rasakan, sang senja seakan tak perduli lagi melihat kesedihanku. Aku kalah, rintik hujan yang turun pun sepertinya tak mampu mendamaikan hatiku..

‘’Ah, sudahlah. Semuanya sudah menjadi kenangan.’’

Aku tidak menyesal, meskipun kini jejakmu telah menghilang di hamparan pasir putih ini. Aku hanya menyesal, kenapa aku tidak bisa menjagamu. Aku tidak membencimu, ketika kau begitu saja pergi dan berlalu meninggalkan aku. Karena aku selalu percaya, rasa yang tercipta itu bukan untuk dibenci.

Selama ini aku selalu belajar untuk tidak menengok ke belakang. Aku tidak akan menyesal dengan semua kesalahan yang pernah aku lakukan, aku hanya menyesal pada hal-hal yang tidak berani aku lakukan.

Hidup di dunia ini pasti penuh dengan pengorbanan yang harus dibayar, aku mendapatkan apa yang aku inginkan, dan aku juga kehilangan apa yang aku cintai.

- Oleh : Satrio" si juragan kodhok








Tidak ada komentar:

Posting Komentar