Rabu, 30 Juli 2014

Gending Katresnan ll

ALBUM CILUKBA PEDAS 065 - Selasa, 01 Juli 2014
Nama asli: Satrio Damar Setiadji
Nama pena: Juragan Kodhok
Judul: Gending Katresnan ll

Wonogiri 1997 memasuki musim kemarau.
Daun-daun jati berguguran, meranggas, ranting-rantingnya telah patah dan jatuh di tanah. Tapi, tetap sabar menunggu hujan datang, hingga tunasnya bersemi kembali. Burung-burung pemakan buah turun dari gunung mencari penghidupan, berkicau indah sekali sambil memakan buah sirsak dan srikaya yang telah masak di samping rumah kakek.

Para petani sibuk dengan aktifitasnya, mencangkuli tanah garapan yang kering kerontang. Saat musim penghujan datang, hamparan tanah itu baru bisa di tanami dengan aneka palawija dan padi gogo rancah.

Biasanya, setiap kali pulang dari ladang Kakek selalu mendengarkan lagu-lagu klenengan uyon-uyon gandem arem, dengan gelombang frekuensi Radio RSPD Wonogiri . Duduk di dipan belakang rumah sambil menikmati segelas teh pait, rokok klobot, atau terkadang sambil mengerjakan kerajinan anyaman bambu.

‘’Poro pramiarso kakung soho putri ingkang minulyo. Sumonggo kulo aturi midangetaken gending jawi uyon-uyon gandem arem sinambi leyeh-leyeh. Sumonggo.’’ suara Mas Sentot penyiar radio wonogiri terdengar ngebas mendayu-mendayu.

Tapi, setelah Radio Kakek rusak, rumah kami jadi sepi. Apalagi saat malam menjelang, suasananya menjadi semakin sepi, yang terdengar hanya suara-suara binatang malam. Radio yang menjadi hiburan kami satu-satunya kini telah bobrok dan hanya menjadi pajangan di atas meja.

Siang itu saat jam istirahat, aku pergi ke perpustakaan sekolah, tempat favoritku menghabiskan waktu jam istirahat sambil membaca buku. Saat sedang asik memilih buku bacaan, aku melihat ada judul buku yang membuatku sedikit penasaran. Judul bukunya, ‘’Cara Cepat Belajar Servis Radio Tape Recorder ‘’ karangan tiga serangkai.

Awalnya hanya sekedar iseng atau coba-coba, kini aku bisa sedikit mengerti bagaimana caranya menservis Radio yang rusak. Tapi, ketika orang-orang di desaku mulai berdatangan minta tolong untuk di servis radionya, aku pun jadi semakin bersemangat untuk belajar.

Sejak saat itu aku mulai rajin mengutak-atik radio yang rusak. Mengganti komponen, potensio, dan lain sebagainya. Radio yang telah rusak parah aku copot-copotin komponennya untuk menghemat biaya.

Berawal dari mulut ke mulut, orang-orang di desaku pun mulai berdatangan ke tempatku minta perbaikan. Mungkin, karena saking jauhnya kalau mau menservis radio, harus ke kota Wonogiri dulu yang jaraknya sekian kilo.

‘’Thole, Simbah njaluk tulung dandanono radioku?’’ seorang Kakek-kakek datang tergopoh-gopoh membawa radio tua merk cawang.

‘’Njeh, Mbah. Lha kenging nopo? Nopo kesamber bledek?’’ jawabku sambil mesam mesem.

‘’Lha yo embuh! Wong ujug-ujug mati kok, lee!’’ jawab Simbah suaranya masih terdengar ngos-ngosan.

‘’Pundi kulo tingali rumiyen.’’

‘’Ongkose piro, lee?’’ ujar Simbah sambil membuka selipan uang yang berada di selipan pecinya.

‘’Walah … mboten sah Mbah! Njenengan wangsul mawon, mangke nek sampun dados kulo terne radione.’’ jawabku masih tetap mesam mesem.

‘’Yo uwes nek ngono! Simbah pamit, yo?’’

Seminggu kemudian, Mbah putri isteri dari Simbah lanang itu datang ke tempatku. Membawa setandan pisang raja yang sudah menguning buahnya.

‘’Thole, iki titipane Mbahmu! Mbahmu senenge puol tenan … Sabendino jogetan dewe enek ngomah! Matur nuwun yo, lee?’’

Jkt 01/07/2014
( Tema cerpen : Radio )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar