Senin, 02 Maret 2015

Kutukan Kotak Make Up

‘’Mas, toilet di mana, ya?’’tanya seorang wanita, raut mukanya nampak seperti sedang menahan sesuatu.

‘’Mau tau aja ato mau tau banget?!’’ jawabku.

‘’Buruan, Mas! Saya udah nggak tahan!’’ lanjutnya sambil meringis-ringis.

‘’Tadi Mbak nanya apaan, cih?! kurang jelas suaranya.’’ jawabku pura-pura nggak denger, padahal dalam hati udah pengen ngakak cekikikan.

‘’Toilet, Mas …!! Toileet … buruaan … di mana …!!’’ tanyanya lagi, kali ini gerakan badannya semakin terlihat aneh.

‘’Ouw … toileeet …!!’’ jawabku sambil garuk-garuk rambutku yang kribo, pura-pura mikir.

‘’Di mana, Maaass …?!!’’ tanya wanita itu semakin tidak sabaran.

‘’Tuh, di pojok sebelah kiri!’’ jawabku cuek, sambil nunjuk ke arah toilet yang aku maksudkan.

Setengah berlari wanita itu menuju ke arah toilet yang aku bilang tadi. Beberapa saat kemudian dia sudah keluar lagi, mukanya nampak berbinar.

‘’Mbak?’’ tanyaku sambil mencet hidung.

‘’Iya, Mas. Ada apa?’’ jawabnya, dia heran melihat ulahku.

‘’Belum cebok, ya? Itu kan toilet rusak!’’ tanyaku lagi dengan suara bindeng, soalnya masih mencet hidung.

Wanita itu diam saja, raut mukanya nampak memerah, matanya melotot tajam menatapku. Tiba-tiba …

‘’Plaaak …

Aku kaget setengah mati, tanpa aku duga wanita itu menampar pipiku. Setelah itu dia berlalu pergi tanpa memperdulikan aku yang sedang meringin-ringis menahan sakit. Sebenarnya tamparannya tidak terlalu keras, tapi untuk menutupi rasa maluku aku pura-pura kesakitan.

‘’Huft  … untung nggak ada yang ngliat!’’ ujarku dalam hati sambil menghela nafas panjang.

Saat aku raba pipi bekas tamparan tadi, hidungku mencium bau sesuatu yang aneh.

‘’Kayak bau jamban? Bau apaan, nih?!’’

Seperti biasa, sepulang dari kerja biasanya aku dan teman-temanku menurunkan barang di lantai bawah, di tempat parkir ini. Tapi kali ini aku bekerja sendirian, soalnya teman-temanku ke luar kota semua.

Properti Shooting satu mobil box penuh itu aku turunkan satu persatu, kemudian aku bawa ke gudang di lantai 4. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya jika pekerjaan itu dikerjakan seorang diri.

Baru saja aku mau naik ke tangga lantai pertama, di tengah tangga aku lihat ada orang berjalan sambil menjinjing koper kecil. Bukannya ngasih jalan dia malah cuek aja, hanya menoleh sesaat lalu berjalan lagi tanpa memperdulikan aku yang kepayahan karena membawa beban berat.

Jalannya pelan sekali, sepertinya dia memang sengaja menghambat jalanku. Pinggulnya nampak bergoyang lendat lendut ke kanan dan ke kiri.

‘’Huft!’’ gerutuku dalam hati.

Namanya Iren ridya, make up artis yang biasa dipanggil kantorku untuk merias artis. Laki-laki setengah perempuan itu sudah 4 x dipanggil kantorku untuk membantu pekerjaan kantor. Karena riasannya sesuai apa yang diharapkan, si bos memanggilnya kembali.

Biasanya kalau di lapangan teman-temanku sering ngeledekin dia, meniru gayanya. Kemudian kami tertawa cekikikan tanpa merasa berdosa sedikitpun. Tapi, kali ini sepertinya aku yang kena batunya. Padahal selama nggodain dia aku cuma ikut-ikutan doang, nggak sampai kelewatan.

‘’Huft …!’’

Aku menghela nafas panjang, barang bawa’anku terasa semakin berat. Tanganku gemetaran, nafasku semakin ngos-ngosan, keringatku pun semakin deras bercucuran. Rasanya ingin sekali aku berhenti, tapi barang bawa’anku ini sensitive dan tidak boleh ditaruh disembarang tempat.

‘’Sial bener nasipku!’’ gerutuku dalam hati.

Rasanya jengkel sekaligus menggelikan. Gimana nggak menggelikan, di belakangnya ada orang yang bawa barang berat, di depannya ada cewek jadi-jadian yang nggak mau ngasih jalan.

‘’Hehe …

 Akhirnya dengan nafas ngos-ngosan sampai juga di lantai 4. Aku lihat dia berjalan lenggak lenggok, kemudian menaruh kotak make up yang dia bawa di atas meja. Kotak make up kecil itu dia taruh pelan sekali, sambil bilang.

‘’Aduuuh … ciiin … capek bangeet … yah …!’’

 Aku pun nggak mau kalah, dengan perasaan jengkel aku taruh barang bawa’anku satu-persatu ngikutin gayanya yang lemah gemulai. Setiap barang yang aku taruh, bibirku aku monyong-monyongin.

‘’Aduuuh …. Aku capek juga, niiih …!! Em … em .. em …!!’’

Ternyata dia nggak suka melihat ulahku, raut mukanya terlihat kesal. Tatapan matanya terlihat aneh, sepertinya ada sesuatu yang dia rencanakan. Saat aku tegur dia diam saja, pura-pura nggak dengar, padahal aku ngerasa ngeri juga kalau dia marah beneran.

Dan memang benar, inilah awal dari kesialanku yang bertubi-tubi. Mau tak mau aku harus terima nasip sialku, kalau nggak, aku bisa kena kutukan sial seumur hidupku.

“Hehe …

Pagi itu sebelum berangkat ke lokasi shooting si bos memanggilku untuk ikut metting sebentar.

‘’Mas, nanti bilangin anak-anak! Property klien jangan sampai kelupaan di bawa. Kayaknya orangnya rada ribet!’’ ujar si bos memberitahuku.

‘’Siap, Pak!’’ jawabku singkat.

Saat sedang metting bersama teman-teman yang lain, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan masuklah seorang wanita. Wanita itu memakai kemeja lengan pendek dibalut rok panjang berwarna coklat tua, rambutnya hitam panjang sebahu. Cantik sekali, pikirku. Tapi, saat aku melihat wajahnya aku kaget.

‘’Piasss …!!’’ jantungku serasa mau copot.

Ternyata wanita itu wanita yang aku kerjain di tempat parkiran kemarin sore. Tidak salah lagi memang dialah orangnya, aku belum lupa, ada tahi lalat di pipinya.

‘’Selamat pagi teman-teman semuanya! Maaf, kelamaan nunggu, ya? Macet banget jalannya!’’ sapanya ramah.

Aku cuma bisa menunduk diam saat dia menatapku tajam, sepertinya dia juga mulai mengenaliku. Cuma sedikit yang dia bicarakan tentang produck perusahaannya, selebihnya dia berbicara tentang adab kesopanan.

Mati kutu, bener-bener mati kutu aku dibuatnya. Si bosku sampai terheran-heran, kenapa sikap kliennya jadi berubah seperti itu. Semua yang berada di ruangan itu nampak serius mendengarkan dia berbicara. Aku sendiri merasa seperti berada di ruang sidang, dan sudah dapat dipastikan akulah tersangka utamanya.  Tapi, hatiku sedikit lega, ternyata dia tidak langsung mendampratku.

Jam 8 : 30
Aku berangkat duluan ke lokasi shooting, membawa tumpukan property juga peralatan set artku. Sesampainya di sana lokasinya masih sepi, hanya ada aku dan beberapa teman-temanku yang ikut membantuku,  juga tukang make up artis.

Satu-persatu barang-barang yang berada di atas mobil box itu aku turunkan. Kemudian aku bawa masuk ke dalam rumah studio yang menjadi set pertama pagi ini.

Saat aku melangkah masuk ke dalam rumah, dari kejauhan aku lihat Iren, lelaki setengah wanita itu berjalan ke arahku dengan langkah gemulai. Saat itu aku kerepotan membawa barang berat, di tangan kanan  bawa monitor camera, di tangan kiri bawa kabel-kabel segede gaban. Begitu dekat, tanpa ba-bi-bu lagi wanita jadi-jadian  itu meremas barang milikku yang paling berharga dengan sekuat tenaga.

‘’Aaawww …!! Aduuuh …!!’’

‘’Rasain … luu …!!’’ seringainya kejam.

Spontan aku turunkan barang bawa’anku, kemudian mendampratnya habis-habisan. Aku ngamuk-ngamuk, ngedumel tiada henti, sambil meringis-ringis menahan sakit.

‘’Sial … sial … apes benar nasip gue hari ini!!’’

Setelah kejadian itu, rasanya seperti bekerja di  dunia lain saja. Rasanya kesal sekali, sungguh baru kali ini aku perlakukan dan dilecehkan seperti itu. Ingin rasanya menghajar orang itu, tapi aku berusaha bersikap professional, karena tidak mau mengecewakan si bos.

Setiap kali berpapasan dengannya jalanku minggir-minggir seperti orang ketakutan. Dan, setiap kali beradu pandang dengannya dia selalu ngedipin mata genitnya.

‘’Tiiing …

‘’Piaaasss … Asem banget rasanya … mimpi apa gue semalem!! Anjriiit … anjriiittt … dodol … dodooolll …!!’’ gerutuku dalam hati.

Akhirnya tugasku hari itu selesai, aku merasa pekerjaanku kali terasa sangat berat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Dan resikonya menjadi anak set art, aku berangkat duluan ke lokasi pulangnya pun paling akhir.

Dua jam kemudian, barang-barang itu sudah aku muat kembali ke dalam mobil box. Saat mau pulang mendadak perutku mules, melilit-lilit berasa ingin boker, buru-buru aku berlari menuju ke toilet studio yang berada jauh di belakang.

‘’Huft! Makan apa gue tadi. Perasaan cuma makan nasi kotak?! Apa gara-gara kemaren sore makan tongseng?!’’ gerutuku dalam hati sambil ngelus-elus perutku.

Tapi, saat aku mau buka pintu aku sedikit kaget, pintu kamar mandi itu seperti terkunci dari luar. Aku tarik lebih keras tapi pintu kamar mandi itu tidak bergerak sedikitpun. Tanpa menunggu lama aku gedor-gedor pintu itu, berharap ada orang yang mau membukanya.

‘’Dor .. dor .. dor …

‘’Ada orang nggak di luar!! Minta tolong, dong!!’’ teriakku mulai panik.

Berulangkali aku gedor pintu itu sambil teriak-teriak minta tolong tapi nggak ada jawaban sama sekali.

Tiba-tiba dari arah bawah pintu ada orang nyelipin selembar kertas putih. Buru-buru aku mengambilnya kemudian aku baca.
-------
Aku sih mau aja bukain pintu
Tapi ada syaratnya, cint!
Syaratnya kamuh harus mau jadi pacar aquh.

Ttd : Iren
----------
Spontan aku ngamuk-ngamuk, nyerocos terus sambil ndobrak-dobrak pintu kamar mandi itu.

‘’Eh! Kolor betmen …!! Lu bukain nggak pintunya. Elu sengaja ya ngonci pintunya!! Awas lu, ya!!’’ dampratku semakin naik pitam.

Saat aku mau dobrak pintu itu lagi, tiba-tiba perutku mulas lagi, kali ini rasanya lebih melilit dari yang pertama. Buru-buru aku kembali duduk di closet duduk itu, tanpa perduliin pintu yang belum bisa aku buka.

‘’Egghh … aduh … sakitnya banget … perutku …!!’’ ujarku sambil meringis-ringis memegang perut.

‘’Mas, bro!!’’ suara Iren mengagetkan aku.

‘’Iya, kenapa?’’ jawabku dengan suara seperti menahan sakit.

‘’Gimana syaratnya?’’ tanyanya lagi.

‘’Syarat apaan?!’’ jawabku dengan suara yang sama.

‘’Jadi pacarkuh!’’ lanjutnya.

‘’Elu gila kali, yeh!! Kagak kagak …!! Yang kagak kagak aja jadi orang!!’’ jawabku dengan nada tinggi, tapi suaranya masih sama seperti suara orang boker.

‘’Hehe … akuh cuma becanda ko’ Mas bro!! Lagian mana ada orang mau sama gueh!’’ ujar dia.

‘’Lha, itu elu tau!! Jangan menyalai kodrat, lah!! Meski susah elu harus belajar menjadi lelaki normal kembali!!’’ jawabku sedikit kalem.

‘’Duuuutttt … prepet …prepet … pet …

‘’Tapi, janji, yah?’’ tanyanya lagi.

‘’Janji apaan?!’’ jawabku dengan suara seperti menahan sesuatu.

‘’Akuh sebenarnya nggak suka tiap kerja diledekin mulu. Temen-temen Mas bro itu kelewatan semuah!! Akuh juga punya perasaan tau, nggak!! ’’ ujarnya lagi.

‘’Iya …iy … iya..!! gue janji!!’’ jawabku.

‘’Iya sudah, makasih Mas bro!! Aku pulang, ya? Kuncinya udah aku buka. Maaf kalo selama ini aku punya salah!!’’ ujarnya kemudian berlalu dari tempat itu.

- Oleh ; Satrio ‘si juragan kodhok’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar