Jumat, 13 Maret 2015

Teman Kecilku

''Hayooo ... siapa yang mau coklaaat ...?"

''Aku mau … aku mau … aku mauu ...!!''

Anak-anak kecil itu serempak menjawab pertanyaanku, wajah mereka yang polos nampak kegirangan melihat apa yang ada di tanganku.

‘’Eiiit … nyanyi dulu … hayooo … siapa yang berani nyanyi duluan?!’’ tanyaku sambil goyang-goyangin coklat yang ada di tanganku.

‘’Akuuuu …!!’’ tiba-tiba seorang anak kecil berambut keriting maju ke depan.

Namanya Yusuf, dia yang paling kecil diantara teman-teman sepermainannya. Anaknya lucu, setiap kali teman-temannya berebut mainan dia selalu kalah duluan, meskipun begitu anak ini nggak pernah menangis.

‘’Yusuf mau nyanyi apa?’’ tanyaku sambil mengusap-usap rambutnya.

‘’Nama-nama hali, Om!’’ jawabnya dengan suara cadel.

‘’Okaayyy … teman-teman cemua ….kasih tepuk tangan buat Yusuf …!!’’ ujarku sambil memberi aba-aba pada anak-anak yang lainnya.

“Horeee …

‘’Prok … prok … prok …

Suara tepuk tangan anak-anak kecil itu riuh terdengar, membuat suasana sore ini menjadi semakin ramai. Kemudian, aku ambil gitar Ibanez yang berada di sampingku, lalu aku mainin lagu itu dengan tempo sedikit lambat.

♪ ♫ Cenin celasa labu kamis
Jumat cabtu minggu itu nama-nama hali

♪ ♫ Cenin cekulah lekas pintal
Anak yang pemalas tidak naik kelas ♪ ♫

Selesai nyanyi anak kecil itu langsung aku beri coklat,

‘’Telima kacih, Om.’’

Setelah coklat itu berada dalam genggaman tangannya anak itu melompat-lompat kegirangan. Berlarian ke sana ke mari sambil teriak-teriak.

‘’Aku dapat … aku dapat …!!’’

Anak-anak yang lain pun nggak mau kalah, ada yang langsung nyanyi, ada yang joget, ada yang nyanyi garuda pancasila, ada yang baca puisi, pokoknya seru suasana sore ini. Setiapkali selesai bernyanyi tepuk tangan anak-anak itu kembali riuh terdengar. Akhirnya, satu-persatu semua anak-anak itu mendapat coklat bagiannya.

‘’Om?!’’ tanya Yusuf yang berdiri tidak jauh dari tempat dudukku. Bibirnya terlihat belepotan coklat.

‘’Iya, Dek. Kamu mau nyanyi lagi?!’’ jawabku.

‘’Cini, Om! Aku bicikin!’’ ujar anak itu sambil melambaikan tangannya.

‘’Iya, kenapa?!’’ jawabku sedikit heran.

Aku dekati anak kecil itu, kemudian mendekatkan telingaku ke bibirnya yang belepotan coklat.

‘’Om jangan bilang-bilang mamah, yah?! Usuf nggak buleh maem coklat, Om!’’ bisiknya.

‘’Nah looh … kenapa tadi nggak bilang?!’’ jawabku setengah kaget, soalnya takut diomelin emaknya.

Dengan polosnya anak itu nyengir, lucu sekali, sampai kelihatan gigi-gigi gerepesnya yang penuh dengan sisa-sisa coklat.

- Oleh : Satrio ‘si juragan kodhok’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar