Kamis, 29 Desember 2016

Jin songong





Namaku Satrio, pemuda kampung berambut kriting yang mendadak jadi demen batu cincin. Sudah tak terhitung jumlah batu cincinku, koleksiku banyak sekali. Mulai dari bacan, rubi, duri bulan, kecubung, dan lain sebagainya. Hobby baruku ini bermula ketika berkenalan dengan seorang pedagang batu mulai dari rawa bening, Bang Rojali namanya.

‘’Mau ikut nggak, Mas?’’ ajak Bang Rojali.

“Nggak, ah! Lagi males.’’ Jawabku kalem.

‘’Emang mau ke mana, Bang?’’ tanyaku.

‘’Ke Bogor nyari batu.’’ Jawabnya.

‘’Batu yang rame diberita tv itu, Bang?’’ tanyaku lagi.

‘’Iya, mau ikut nggak? Klo mau buruan, keburu sore!’’ jawabnya sambil masuk-masukin peralatannya ke dalam mobil.

‘’Wokey dah klo begitu!’’

Beberapa saat kemudian mobilnya sudah melaju di keramaian jalan raya. Hari ini lumayan padat lalu-lintasnya, jalanan menjadi macet, panas, suara klakson terdengar bersahut-sahutan. Kepalaku mulai pusing, badanku basah kuyup berkeringat, mobil butut tanpa ac itu terpaksa aku buka lebar-lebar kaca jendelannya.

Akhirnya, tepat jam 16 : 30 sampai juga di tempat yang aku tuju. Tempatnya lumayan ramai, pencari batu semuanya. Buru-buru aku turun dari mobil membantu Bang Rojali menurunkan peralatannya.

‘’Mau nyari batu di sebelah mana, Bang?’’ tanyaku.

‘’Itu yang di deket pohon besar.’’ Jawab Bang Rojali sambil nunjuk ke arah pohon besar yang jaraknya tidak begitu jauh.

Tak lama kemudian kami berdua pun mulai sibuk mencari batu. Bang Rojali sibuk mencahin batu menggunakan hammer besar, aku sibuk nyongkelin batu menggunakan linggis kecil.

‘’Batunya keras banget, Bang!’’ ujarku sambil terus nyongkelin batu.

‘’Klo yang empuk namanya bukan batu, Tong! Tapi, dodol …!!’’ jawab Bang Rojali sambil ketawa.

Saat aku mengayunkan linggis kecilku ke arah celah batu, linggisku seperti menghantam sesuatu.

‘’Praang …

‘’Waduh! Apaan nih?!’’ ujarku dalam hati.

Pelan-pelan aku congkelin batuan keras itu, sedikit-demi sedikit, semakin lama semakin terlihat benda yang aku hantam linggis tadi. Setelah aku amat-amati dengan seksama, ternyata benda itu mirip sekali dengan teko tempat air.

‘’Wah, barang kuno kayaknya.’’ Ujarku lagi dalam hati.

Aku bersihkan tanah batuan yang masih menempel di benda itu, tapi kotorannya tak mau hilang, susah sekali dibersihkan. Sepertinya benda itu sudah berabad-abad usianya, terlihat dari wujud anehnya yang jarang aku temui.

‘’Bang, aku nemu barang aneh?’’ tanyaku pada Bang Rojali yang masih terlihat sibuk.

‘’Dapet barang apaan, lu!’’ jawabnya.

Kemudian, Bang Rojali memeriksa benda yang aku temukan itu. Benda itu di amatinya dengan seksama, ditimang-timang, kemudian diserahkan kembali padaku.

‘’Kayak barang antik!’’ ujarnya.

‘’Mirip tempat air ya, Bang?’’ tanyaku penasaran.

‘’Coba lu cuci di kali di bawah sana itu!’’ saran Bang Rojali sambil nunjuk ke arah kali kecil yang jaraknya lumayan jauh.

‘’Iya, Bang.’’ jawabku sambil mengangguk pelan.

Aku bangkit berdiri, kemudian pergi bergegas ke kali kecil itu. Sesampainya di sana aku segera membersihkan benda itu. Setelah aku cuci bersih menggunakan rumput kering, benda itu kelihatan warna aslinya, bagus sekali, mengkilat, berkilauan seperti perak.

‘’Wah, ini pasti barang antik!’’ ujarku dalam hati, mengagumi benda yang aku temukan.

Perlahan-lahan aku lap benda indah itu menggunakan sapu tanganku. Aku gosok terus sampai kelihatan kinclong. Tapi, disaat aku lagi asik ngelap benda itu sesuatu terjadi, tiba-tiba benda itu mengeluarkan asap putih. Semakin lama asap yang keluar dari benda itu semakin banyak, membumbung tinggi, hingga membuat pandanganku sedikit kabur.

‘’Waaa …!! …. Apaan tuh ….?!!’’ aku jatuh duduk dan kaget setengah mati.

Reflek, benda itu langsung aku buang, jatuh tepat di depanku. Aku gemetaran, panik, dan sangat ketakutan. Tapi, disaat aku masih deg-degkan karena kejadian aneh itu, tiba-tiba muncul lagi kejadian yang lebih menakutkan. Asap putih yang membumbung tinggi itu perlahan-lahan membentuk wujud seperti manusia cebol.

‘’Hahaha … hahaha …

( Bersambung )
Oleh : Satrio Damar setiadji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar