Kamis, 19 Juni 2014

Hujan….


Hujan….

Katakanlah
Bahwa yang aku lihat ini adalah mimpi..
Katakanlah
Bahwa ini hanya khayalanku
Katakanlah
Bahwa ini bukan realita

Sesungguhnya, apabila ini realita untuk menguji imanku pasti akan aku terima. Apabila ini hanya cobaan, semuanya pasti akan aku hadapi.

Aku yakin dan aku juga percaya
Tuhan akan selalu kasih jalan untukku,
Membimbing langkahku dan memudahkan jalanku
Hingga aku tersenyum kembali.

Sore ini, hujan turun dengan sangat derasnya mengguyur kota Jakarta. Jalanan kota yang biasanya padat lalu lintas itu kini mulai tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Genangan air itu membuat lalu-lintas jalan raya menjadi macet, mogok, dan suara klakson terdengar bersahut-sahutan. Pengendara motor pun mulai kebingungan mencari jalan alternatif, karena semua jalan sudah tergenang air.

Di emperan toko pun banyak orang yang numpang untuk berteduh. Mulai dari tukang ojeg, tukang sapu, tukang koran, pejalan kaki, tukang somay, sampai tukang cilok langgananku juga ada di sana.

‘’Kapan ya hujanya reda? kasihan isteri dan anakku menunggu di rumah, pasti mereka sangat khawatir. Semoga saja hujannya cepat reda.’’

Hujan, selalu menjadi masalah bagi warga Jakarta. Setiapkali hujan deras seperti ini, kecemasan selalu nampak diwajah-wajah mereka yang tinggal di bantaran kali. Hujan 3 jam saja aliran air sungai cepat sekali naiknya, belum lagi air kiriman yang datang dari arah bogor, membuat warga yang tinggal di bantaran kali sepertiku selalu siap siaga mengamankan barang ke atas loteng, karena takut terkena air.

Begitu juga dengan diriku, sebelum hari mulai gelap aku sudah mengamankan semua barang-barangku. Semua perabotanku yang penting-penting aku naikkan ke atas tempat tidurku, lalu aku tutup pakai plastic terpal agar tidak basah terkena tampyasan air.

‘’Asiik …, Mumpung hujannya sudah reda, aku mau nyari makan dulu ke warung depan.’’ ujarku dalam hati.

Kemudian, aku segera pergi bergegas ke warung depan, tempat biasa aku membeli nasi untuk makan malam. Perlahan-lahan aku kayuh kursi rodaku, melewati genangan air, melewati jalan-jalan berlubang, dan juga melewati gajrukan polisi tidur.

‘’Ah, masih jauh.’’ pikirku dalam hati

Sejenak aku berhenti di persimpangan jalan itu untuk melepaskan lelahku, sambil membersihkan lumpur yang menempel di kursi rodaku. Sesaat kemudian aku lanjutkan lagi perjalananku yang tinggal beberapa blok lagi dari sini. Rumah makan ini memang lumayan jauh tempatnya, biasanya aku minta tolong temanku, tapi kali ini aku tidak mau membebani mereka, karena mereka juga punya kepentingan sendiri.

Aku ingat, ketika dulu aku masih sehat dan masih bisa berjalan. Setiap pulang dari kerja aku sering sekali melewati jalanan ini, bahkan aku sering sekali kebut-kebutan menaiki motor kesayanganku. Rasanya sungguh nikmat sekali saat itu, saat telapak kaki ini masih dengan leluasa menyentuh bumi, bisa berjalan kesana-kemari, berlarian kesana-kemari, bisa bermain bola bersama dengan teman-temanku.

“Gerimis-gerimis mau kemana, mas?’’ tanya pedagang rokok mengagetkan lamunanku.

‘’Mau beli nasi bungkus di hegar manah, pak.’’ jawabku sambil tersenyum.

‘’Warung nasinya sudah tutup dari sore, mas?’’ ujar si pedagang rokok.

‘’Yaah …, tutup ya, pak? Ya sudah, saya beli air mineralnya satu sama makanan kecil ya, pak?’’

Kemudian, setelah membayar air mineral itu, aku segera berbalik arah untuk segera pulang ke rumah.

‘’Bismillahirohmanirrohim.’’

Hujan gerimis mulai turun membasahi tubuhku, sesekali di kejauhan sana terdengar suara petir yang menggelegar. Angin bertiup sangat kencang sekali, membuat pohon-pohon di kanan kiriku berayun-ayun seperti sedang menar-nari, Aku percepat laju kursi rodaku secepat mungkin, agar aku bisa secepatnya sampai di rumah. Tapi, tiba-tiba…

‘’Gubraaaakkk …!!

( bersambung )
-Oleh : ‘’satrio’’ si juragan kodhok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar